Lembaga Bantuan Hukum, LBH Manado Sulawesi Justice, Lembaga Bantuan Hukum Gratis, Lembaga Bantuan Hukum Perceraian, Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Yayasan Bantuan Hukum Indonesia, Pengertian Lembaga Bantuan Hukum, Tujuan Lembaga Bantuan Hukum, Tugas Lembaga Bantuan Hukum, Alamat Lembaga Bantuan Hukum, Pengertian Lembaga bantuan Hukum, Lembaga Bantuan Hukum Manado, Lembaga Bantuan Hukum Bitung, Lembaga Bantuan Hukum Bitung, Lembaga Bantuan Hukum Minasaha Utara, Lembaga Bantuan Hukum, Kotamobagu, Lembaga Bantuan Hukum Gorontalo, Lembaga Bantuan Hukum Tenaga Kerja, Lembaga Bantuan Hukum Konsumen, Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum, Lembaga Bantuan Hukum Tomohon, Lembaga Bantuan Hukum Tondano, Lembaga Bantuan Hukum Amurang, Lembaga Bantuan Hukum Sitaro, Lembaga Bantuan Hukum Sanger, Lembaga Bantuan Hukum Talaud,
Akibat Hukum Jaminan Fidusia yang Belum Didaftarkan
1. Bagaimana akibat hukum jika jaminan fidusia
belum didaftarkan, kemudian dijadikan pengikat sebagai peminjaman kredit
pada bank? 2. Jika kemudian kredit belum sempat dilunasi, dan debitur
meninggal dunia, sedangkan jaminan fidusia belum didaftarkan, apa akibat
yang diterima oleh bank sebagai pemberi kredit? 3. Apakah dalam hal ini
ahli waris dapat dipertanggung-gugatkan oleh bank, atas utang pewaris
pada bank?
1. Pada dasarnya, sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (3) UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia (“UUJF”), jaminan fidusia baru lahir pada tanggal yang sama dengan tanggal dicatatnya jaminan Fidusia dalam Buku Daftar Fidusia dan kreditur akan memperoleh sertifikat jaminan fidusia berirah-irah “Demi Keadilan Berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.” Dengan mendapat sertifikat jaminan fidusia maka kreditur/penerima fidusia serta merta mempunyai hak eksekusi langsung (parate executie),
seperti terjadi dalam pinjam meminjam dalam perbankan. Kekuatan hukum
sertifikat tersebut sama dengan putusan pengadilan yang sudah mempunyai
kekuatan hukum yang tetap.
Selain itu, untuk pembebanan jaminan fidusia, Pasal 5 ayat (1) UUJF mengamanatkan Pembebanan Benda dengan Jaminan Fidusia dibuat dengan akta notaris dalam bahasa Indonesia dan merupakan akta Jaminan Fidusia. dalam artikel berjudul Eksekusi Terhadap Benda Objek Perjanjian Fidusia Dengan Akta di Bawah Tangan, saat ini, banyak lembaga pembiayaan (finance) dan bank (bank umum maupun perkreditan) menyelenggarakan pembiayaan bagi konsumen (consumer finance), sewa guna usaha (leasing), anjak piutang (factoring).
Mereka umumnya menggunakan tata cara perjanjian yang mengikutkan adanya
jaminan fidusia bagi objek benda jaminan fidusia, namun ironisnya tidak
dibuat dalam akta notaris dan tidak didaftarkan di Kantor Pendaftaran
Fidusia untuk mendapat sertifikat. Akta semacam itu dapat disebut akta
jaminan fidusia di bawah tangan.
Namun, sesuai dengan amanat
UUJF, untuk mendapat perlindungan hukum sebagaimana diatur dalam UUJF,
pembebanan benda dengan akta jaminan fidusia harus dibuat dengan akta
otentik dan dicatatkan dalam Buku Daftar Fidusia. Jika ketentuan
tersebut tidak dipenuhi, hak-hak kreditur tidak mendapat perlindungan
sebagaimana disebutkan dalam UUJF.
2. Dalam hal debitur meninggal dunia, sedangkan jaminan fidusia belum didaftarkan, pada dasarnya, terhadap perjanjian yang memberikan penjaminan fidusia di bawah tangan tidak dapat dilakukan eksekusi langsung.
Proses eksekusi harus dilakukan dengan cara mengajukan gugatan perdata
ke Pengadilan Negeri melalui proses hukum acara yang normal hingga
turunnya putusan pengadilan. Selain itu, bank sebagai kreditur menjadi tidak memiliki hak didahulukan (lihat Pasal 27 ayat [1] UUJF)
terhadap kreditur lain dalam pengembalian pinjamannya karena penjaminan
secara fidusia dianggap tidak sah jika tidak didaftarkan.
Dalam praktiknya tidak jarang kreditur langsung melakukan eksekusi
terhadap barang jaminan fidusia. Mengingat pembiayaan atas barang objek fidusia biasanya tidak full
sesuai dengan nilai barang. Atau, debitur sudah melaksanakan kewajiban
sebagian dari perjanjian yang dilakukan, sehingga dapat dikatakan bahwa
di atas barang tersebut berdiri hak sebagian milik debitur dan sebagian
milik kreditur. Jika eksekusi terhadap barang objek fidusia tidak
dilakukan melalui badan penilai harga yang resmi atau badan pelelangan
umum, tindakan tersebut dapat dikategorikan sebagai Perbuatan Melawan
Hukum (PMH) sesuai diatur dalam Pasal 1365 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUH Perdata”) dan dapat digugat ganti kerugian.
Grace lebih jauh
menjelaskan bahwa dalam konsepsi hukum pidana, eksekusi objek fidusia
di bawah tangan (tanpa putusan pengadilan) masuk dalam tindak pidana Pasal 368 KUHPidana jika kreditur melakukan pemaksaan dan ancaman perampasan. Grace menulis bahwa:
“Situasi ini dapat
terjadi jika kreditur dalam eksekusi melakukan pemaksaan dan mengambil
barang secara sepihak, padahal diketahui dalam barang tersebut sebagian
atau seluruhnya milik orang lain. Walaupun juga diketahui bahwa sebagian
dari barang tersebut adalah milik kreditur yang mau mengeksekusi tetapi
tidak didaftarkan dalam di kantor fidusia.
Bahkan
apabila debitur mengalihkan benda objek fidusia yang dilakukan di bawah
tangan kepada pihak lain tidak dapat dijerat dengan UUJF, karena tidak
sah atau legalnya perjanjian jaminan fidusia yang dibuat. Memang,
mungkin saja debitur yang mengalihkan barang objek jaminan fidusia di
laporkan atas tuduhan penggelapan sesuai Pasal 372 KUHPidana oleh
kreditur. Baik kreditur maupun debitur bisa saling melaporkan karena
sebagian dari barang tersebut menjadi milik berdua baik kreditur dan
debitur. Dibutuhkan putusan perdata oleh pengadilan negeri setempat
untuk mendudukkan porsi masing-masing pemilik barang tersebut untuk
kedua belah pihak.”
3. Dalam suatu perikatan utang
piutang, pada prinsipnya utang tersebut harus dilunasi oleh debitur. Dan
apabila debitur kemudian meninggal sebelum dilunasinya utang tersebut,
maka utang tersebut dapat diwariskan kepada ahli warisnya. Hal ini
berdasarkan pada ketentuan hukum perdata Pasal 833 ayat (1) KUHPerdata. Pasal tersebut menyatakan bahwa para ahli waris, dengan
sendirinya karena hukum, mendapat hak milik atas semua barang, semua hak
dan semua piutang orang yang meninggal. Bahwa warisan adalah kekayaan yang berupa kompleks aktiva dan pasiva si pewaris yang berpindah kepada para ahli waris.
Walaupun memang, tiada seorang pun diwajibkan untuk menerima warisan yang jatuh ke tangannya (lihat Pasal 1045 KUHPerdata). Dan bagi ahli waris yang menolak warisan, dianggap tidak pernah menjadi ahli waris (lihat Pasal 1058 KUHPerdata).
Dalam hal para ahli waris telah bersedia menerima warisan, maka para
ahli waris harus ikut memikul pembayaran utang, hibah wasiat dan
beban-beban lain, seimbang dengan apa yang diterima masing-masing dari
warisan itu (lihat Pasal 1100 KUHPerdata).
Dengan kata lain, ahli waris dapat digugat oleh pihak bank ketika utang pewaris tidak dilunasi.
Dengan kata lain, ahli waris dapat digugat oleh pihak bank ketika utang pewaris tidak dilunasi.
LEMBAGA BANTUAN HUKUM SULAWESI JUTICE HALLO_HUKUM.
No telp Ketua LBH : 0812 4222 6581, 082187279009.
No Telp Posko Minahasa Tenggara : 0852 5672 2098, 0813 5453 3050,
No Telp Posko Kota Bitung : 0823 4730 3345
No telp Posko Kota Makassar : 0811 4626 698
No Telp Posko Minahasa Tenggara : 0852 5672 2098, 0813 5453 3050,
No Telp Posko Kota Bitung : 0823 4730 3345
No telp Posko Kota Makassar : 0811 4626 698
Tidak ada komentar:
Posting Komentar