Lembaga
Bantuan Hukum Manado, LBH Manado Sulawesi justice, Informasi Lembaga Bantuan Hukum Manado, Aturan
Hukum UU Fidusia, Berita Lembaga Bantuan Hukum Manado, Jawaban Lembaga
Bantuan Hukum Manado, Solusi Lembaga Bantuan Hukum Manado,
Bolehkah Memakai Jasa Polisi untuk Penagihan Utang?
Bolehkah Memakai Jasa Polisi untuk Penagihan Utang?
Perjanjian Utang Piutang adalah Hubungan Keperdataan
Perjanjian utang piutang dalam Kitab Undang-undang Hukum Perdata tidak diatur secara tegas dan terperinci, namun bersirat dalam Pasal 1754 KUH Perdata,
yang menyatakan dalam perjanjian pinjaman, pihak yang meminjam harus
mengembalikan dengan bentuk dan kualitas yang sama (selanjutnya untuk
kemudahan, maka istilah yang dipergunakan adalah “perjanjian utang
piutang”). Pasal 1754 KUH Perdata yang dkutip sebagai berikut:
“Pinjam
meminjam ialah perjanjian dengan mana pihak yang satu memberikan kepada
pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-barang yang habis karena
pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang belakangan ini akan
mengembalikan sejumlah yang sama dari macam dan keadaan yang sama pula.”
Kesepakatan yang melahirkan hubungan keperdataan dalam hal ini utang piutang, tentu menjadi undang-undang kepada para pihak sebagaimana dinyatakan dalam Pasal 1338 KUH Perdata yang berbunyi sebagai berikut:
“Semua perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya.”
Sehingga,
kesepakatan mengenai hak dan kewajiban para pihak yang tertuang dalam
perjanjian utang piutang tersebut harus dengan iktikad baik
dilaksanakan. Dalam hal tidak ada atau bahkan kesepakatan rinci tidak
dituangkan dalam suatu bentuk tertulis, maka berdasarkan ketentuan Pasal 1319 KUH Perdata
ditegaskan bahwa aturan umum dalam KUH Perdata akan berlaku dan menjadi
aturan yang harus dipatuhi oleh para pihak. Berikut dikutip Pasal 1319
KUH Perdata sebagai berikut:
“Semua
perjanjian, baik yang mempunyai suatu nama khusus, maupun yang tidak
terkenal dengan suatu nama tertentu, tunduk pada peraturan umum, yang
termuat didalam bab ini dan bab yang lalu.”
Dengan
berpatokan pada KUH Perdata, maka setiap penafsiran, tindakan, maupun
penyelesaian sengketa yang muncul harus dirujuk pada perjanjian utang
piutang dan KUH Perdata. Termasuk untuk menentukan suatu pihak berada
dalam keadaan wanprestasi, yang banyak ahli hukum perdata
mengkategorikan wanprestasi ke dalam 4 (empat) keadaan, yaitu:
1. Sama sekali tidak memenuhi.
2. Tidak tunai memenuhi prestasi.
3. Terlambat memenuhi prestasi.
Sehingga, pihak yang berutang dapat dikatakan berada dalam keadaan wanprestasi apabila telah menerima teguran (sommatie/ingebrekestelling) supaya memenuhi kewajibannya untuk melunasi utangnya. Hal tersebut diatur dalam Pasal 1238 KUH Perdata yang dikutip sebagai berikut:
“Si
berutang adalah lalai, apabila ia dengan surat perintah atau dengan
sebuah akta sejenis itu telah dinyatakan lalai, atau demi perikatannya
sendiri, ialah jika ini menetapkan, bahwa si berutang harus dianggap
lalai dengan lewatnya waktu yang ditentukan.”
Muara
terakhir dari keadaan wanprestasi ini adalah pengajuan gugatan terhadap
pihak yang berutang. Dengan demikian, pengadilan terkait didasarkan
pada bukti yang kuat akan menyatakan yang berutang berada dalam keadaan
wanprestasi, dan diwajibkan untuk memenuhinya, serta apabila diminta
pengadilan akan meletakan sita terhadap harta benda yang berutang.
Artinya, kekuatan eksekutorial dimiliki oleh pihak yang mengutangkan,
sehingga secara hukum dia berhak meminta bantuan pengadilan untuk
mengeksekusi barang yang berutang tersebut.
Tugas dan fungsi Kepolisian
Kepolisian adalah alat Negara, yang berdasarkan Pasal 2 UU No. 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia (“UU Kepolisian”)
yang mana fungsi Kepolisian adalah salah satu fungsi pemerintahan di
bidang pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, penegakan hukum,
perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.
Ditinjau dari
tujuan pembentukannya, maka Kepolisian Negara Republik Indonesia
bertujuan untuk mewujudkan keamanan dalam negeri yang meliputi
terpeliharanya keamanan dan ketertiban masyarakat, tertib dan tegaknya
hukum, terselenggaranya perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada
masyarakat, serta terbinanya ketenteraman masyarakat dengan menjunjung
tinggi hak asasi manusia (Pasal 4 UU Kepolisian).
Tugas pokok dari Kepolisian sebagaimana termaktub dalam Pasal 13 UU Kepolisian, yang dikutip sebagai berikut:
“Tugas pokok Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah:
a. memelihara keamanan dan ketertiban masyarakat;
b. menegakkan hukum; dan
c. memberikan perlindungan, pengayoman, dan pelayanan kepada masyarakat.”
Dalam
menjalankan tugas pokok sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 UU
Kepolisian tersebut di atas, maka Kepolisian Republik Indonesia
bertugas:
a. Melaksanakan pengaturan, penjagaan, pengawalan, dan patroli terhadap kegiatan masyarakat dan pemerintah sesuai kebutuhan;
b. Menyelenggarakan segala kegiatan dalam menjamin keamanan, ketertiban, dan kelancaran lalu lintas di jalan;
c. Membina
masyarakat untuk meningkatkan partisipasi masyarakat, kesadaran hukum
masyarakat serta ketaatan warna masyarakat terhadap hukum dan peraturan
perundang-undangan;
d. Turut serta dalam pembinaan hukum nasional;
e. Memelihara ketertiban dan menjamin keamanan umum;
f. Melakukan
koordinasi, pengawasan, dan pembinaan teknis terhadap kepolisian
khusus, penyidik pegawai negeri sipil, dan bentuk-bentuk pengamanan
swakarsa;
g. Melakukan
penyelidikan dan penyidikan terhadap semua tindak pidana sesuai dengan
hukum acara pidana dan peraturan perundang-undangan lainnya;
h. Menyelenggarakan
identifikasi kepolisian, kedokteran kepolisian, laboratorium forensik
dan psikologi kepolisian untuk kepentingan tugas kepolisian;
i. Melindungi
keselamatan jiwa raga, harta benda, masyarakat, dan lingkungan hidup
dari gangguan ketertiban dan/atau bencana termasuk memberikan bantuan
dan pertolongan dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia;
j. Melayani kepentingan warga masyarakat untuk sementara sebelum ditangani oleh instansi dan/atau pihak yang berwenang;
k. Memberikan pelayanan kepada masyarakat sesuai dengan kepentingannya dalam lingkup tugas kepolisian; serta
l. Melaksanakan tugas lain sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dalam menjalankan tugas di atas, Kepolisian harus tunduk pada aturan disiplin anggota kepolisian sebagaimana tertuang dalam PP RI No 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (“Peraturan Disiplin Kepolisian”). Dalam Pasal 5 Peraturan Disiplin Kepolisian sebagai berikut :
“Dalam rangka memelihara kehidupan bernegara dan bermasyarakat, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia dilarang:
a. melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat negara, pemerintah, atau Kepolisian Negara Republik Indonesia;
b. melakukan kegiatan politik praktis;
c. mengikuti aliran yang dapat menimbulkan perpecahan atau mengancam persatuan dan kesatuan bangsa;
d. bekerjasama
dengan orang lain di dalam atau di luar lingkungan kerja dengan tujuan
untuk memperoleh keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain yang
secara langsung atau tidak langsung merugikan kepentingan negara;
e. bertindak
selaku perantara bagi pengusaha atau golongan untuk mendapatkan
pekerjaan atau pesanan dari kantor/instansi Kepolisian Negara Republik
Indonesia demi kepentingan pribadi;
f. memiliki saham/modal dalam perusahaan yang kegiatan usahanya berada dalam ruang lingkup kekuasaannya;
g. bertindak sebagai pelindung di tempat perjudian, prostitusi, dan tempat hiburan;
h. menjadi penagih piutang atau menjadi pelindung orang yang punya utang;
i. menjadi perantara/makelar perkara;
j. menelantarkan keluarga.”
Urusan
utang piutang adalah murni hubungan keperdataan antara si berutang dan
yang mengutangkan saja yang berdasarkan Pasal 1754 jo. 1338 jo. 1319 KUH
Perdata tunduk pada KUH Perdata, yang lebih lanjut mekanisme
penagihannya harus sesuai dengan ketentuan acara hukum perdata.
Sehingga, segala bentuk penagihan utang yang dilakukan oleh anggota
Kepolisian sangat bertentangan dengan UU Kepolisian dan Peraturan
Disiplin Kepolisian. Terhadap masyarakat yang dirugikan atas tindakan
anggota Kepolisian tersebut dapat mengambil upaya hukum, termasuk
melaporkannya kepada Divisi Profesi dan Pengamanan (DIV PROPAM) POLRI.
No Telp Posko Minahasa Tenggara : 0852 5672 2098, 0813 5453 3050,
No Telp Posko Kota Bitung : 0823 4730 3345
No telp Posko Kota Makassar : 0811 4626 698
LEMBAGA BANTUAN HUKUM SULAWESI JUTICE HALLO_HUKUM.
No telp Ketua LBH : 0812 4222 6581, 082187279009.No Telp Posko Minahasa Tenggara : 0852 5672 2098, 0813 5453 3050,
No Telp Posko Kota Bitung : 0823 4730 3345
No telp Posko Kota Makassar : 0811 4626 698
TEGAKKAN KEADILAN